BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Aliran
rekonstruksionisme merupakan aliran dalam filsafat pendidikan yang berawal dari
adanya krisis kebudayaan modern yang dipelopori oleh tokoh bernama George Count
dan Harold pada tahun 1930-an. Aliran rekonstruksionisme merupakan aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dalam pendidikan dan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran
rekonstruksionisme muncul sebagai reaksi dari adanya pemahaman dalam aliran
perenialisme maupun aliran progresivisme, sehingga keduanya tidak dapat
dipisahkan, karena upaya aliran rekonstruksionisme dalam mengembangkan
pendidikan diawali oleh keprihatinan para rekonstruksionis terhadap kehidupan
manusia modern atau dengan kata lain menyebutkan adanya krisis kebudayaan
modern.
B.Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang masalah yang telah dikemukakan di muka, maka diambil topik
pembahasan yang dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1.Apa
pengertian dan sejarah munculnya aliran rekonstruksionisme?
2.Bagaimana
prinsip-prinsip pemikiran aliran rekonstruksionisme?
3.Bagaimana
pandangan-pandangan yang ada dalam aliran rekonstruksionisme?
4.
Bagaimana teori pendidikan dalam rekonstruksionisme?
5.Siapakah
tokoh-tokoh dari aliran rekonstruksionisme ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Latar belakang munculnya Aliran Rekontruksionisme
1.Pengertian
Rekontruksionisme
Rekonstruksionisme
berasal dari kata reconstruct, yaitu gabungan dari kata re- yang artinya
kembali dan construct yang artinya membangun atau menyusun. Maka, secara
etimologis reconstruct diartikan menyusun kembali. Sedangkan, dalam konteks
filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dalam pendidikan dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak Aliran rekonstruksionisme berusaha membina konsensus
yang paling luas dan mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan
manusia.Dari jalan pikiran dan upaya yang berusaha ditempuh oleh aliran
rekonstruksionisme, maka dapat dilihat juga bahwa aliran ini tidak terlepas
dari prinsip pemikiran aliran progresifisme yang mengarah kepada tuntutan
kehidupan modern. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang
diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat
adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
2. Latar Belakang Kemunculan Aliran
Filsafat Rekonstruksionisme
pada
tahun 1930-an, dunia mengalami krisis yang sangat hebat, yaitu krisis ekonomi
yang tidak hentinya terus merongrong perekonomian dunia. Sistem ekonomi
kapitalis telah meningkatkan sikap egosentris masyarakat dunia. Masa krisis
dunia bukan hanya terjadi pada era modern seperti saat ini, yang tengah
gencarnya menghantui setiap penjuru dunia. Sistem kapitalis telah menumbuhkan
sikap kesombongan negara-negara yang merasa memiliki sistem perekonomian di
atas atau yang disebut dengan negara-negara maju. Amerika merasa sanggup hidup
dengan perekonomian sendiri, hingga akhirnya defisit perdagangan Amerika mulai
terasa sejak menjadi elemen penting ekonomi dunia pada awal abad ke-17. Antara
tahun 1990 sampai tahun 2000 defisit perdagangan Amerika dari 100 miliar naik
menjadi 450 miliar. Krisis yang terjadi di Amerika tersebut secara otomatis
juga telah menjadi krisis bagi dunia. Sedangkan krisis yang terjadi pada tahun
1930-an pada saat itu juga merupakan sebuah krisis ekonomi dunia yang
menyebabkan terjadinya depresi dunia sehingga menyebabkan lumpuhnya
bangsa-bangsa kapitalis secara ekonomi. Adanya krisis ini akhirnya berdampak
pula kepada pendidikan. Krisis inilah yang melatarbelakangi munculnya aliran
rekonstruksionisme yang bertujuan untuk dapat berusaha merombak tata susunan
lama dalam pendidikan dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak
modern.
B.
Prinsip-Prinsip Pemikiran dalam Aliran Rekonstruksionisme
1.
Masyarakat dunia sedang dalam kondisi krisis
Krisis
dunia yang sedang dialami saat ini antara lain persoalan-persoalan tentang
kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam
distribusi penyebaran kekayaan, prolefirasi nuklir, rasisme, nasionalisme
sempit, dan pengunaan teknologi yang ‘sembrono’ dan tidak bertanggung jawab.
Persoalan-persoalan tadi, menurut kalangan rekonstruksionis, berjalan seiring
dengan tantangan totalitarianisme modern,yakni hilangnya nilai-nilai
kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya ‘kedunguan’ fungsional
penduduk dunia.
2.penciptaan
tatanan sosial yang menjagat.
Kerjasama
menyeluruh dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia
yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber
daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di
samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains.
3.
Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan sosial.
Sekolah
dapat dan harus mengubah secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi
sumber inovasi sosial. Tugas mengubah peran pendidikan amatlah urgen, karena
kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai kemampuan memusnahkan diri. Dari
perspektif mereka, pendidikan dapat menjadi instrumen untuk mengaburkan
tuntutan mendesak transformasi sosial dan kemudian merintangi perubahan, atau
instrumen untuk membentuk kenyakinan masyarakat dan mengarahkan peralihannya ke
masa depan.
4.
Metode-metode pengajaran
Metode-metode
pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada
kecerdasan ‘asali’ jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menawarkan solusi
yang paling valid bagi persoalan-persoalan umat manusia Dari perspektif mereka
adalah sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di
ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan
untuk memilih diantara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan sosial.
5.
Jika pendidikan formal adalah bagian tidak terpisahkan dari solusi sosial dalam
krisis dunia sekarang, maka ia harus
secara aktif mengajarkan perubahan sosial.
Pendidikan
harus memunculkan kesadaran peserta didik akan persoalan-persoalan sosial dan
mendorong mereka untuk secara aktif memberiakan solusi. Kesadaran sosial
kiranya dapat ditumbuhkan jika peserta didik dibuat berani untuk mempertanyakan
status quo dan untuk mengkaji isu-isu kontroversial dalam agama, masyarakat,
ekonomi, politik dan pendidikan. Kajian dan diskusi kritis akan membantu
peserta didik melihat ketidakadilan dan ketidakfungsian beberapa aspek sistem
sekarang ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatif-alternatif bagi
kebijaksanaan konvensional. Peran pendidikan adalah mengungkapkan lingkup
persoalan budaya manusia dan membangun kesepakatan seluas mungkin tujuan-tujuan
pokok yang akan menata umat manusia dalam tatanan budaya dunia. Masyarakat
dunia yang ideal, menurut rekonstrusionisme, haruslah “berada di bawah kontrol
mayoritas warga masyarakat yang secara benar menguasai dan menentukan nasib
mereka sendiri”.
C.
Pandangan-Pandangan dalam Aliran Rekonstruksionisme
a. Pandangan secara Ontologi
Dengan
ontologi, dapat diterangkan tentang bagaimana hakikat dari segala sesuatu.
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang
mana realita itu ada di mana dan sama di setiap tempat. Untuk mengerti suatu
realita beranjak dari suatu yang konkrit dan menuju kearah yang khusus menam
pakkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan
ditangkap oleh panca indra manusia seperti bewan dan tumbuhan atau benda lain
disekeiling kita, dan realita yang kita ketahui dan kita badapi tidak terlepas
dari suatu sistem, selain substansi yang dipunnyai dan tiap-tiap benda
tersebut, dan dapat dipilih melalui akal pikiran.
b. Pandangan Ontologis
Dalam proses
interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Tetapi, secara umum ruang
lingkup (scope) ten tang pengertian “nilai” tidak terbatas.Aliran
rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural
yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip
nilai teologis.
c. . Pandangan Epistemologis
Kajian
epsitemologis aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme
(progressive) dan perenialisme. Berpijak dari pola pemikiran bahwa untuk
memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu dalam arti bahwa tidak
mungkin memahami realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan
dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu
pengetahuan. Karenanya, baik akal maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk
pengetahun, dan akal di bawa oleh panca indera menjadi pengetahuan dalam yang
sesungguhnya.Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran dapat
dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada pada diri sendiri,
realita dan eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan yang benar buktinya
ada di dalam pengetahuan ilmu itu sendiri.
D.
Teori Pendidikan Rekonstruksionisme
teori
pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
1)
Pendidikan harus di
laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang
akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari
kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2)
Masyarakat baru harus
berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam
masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
3)
Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri
dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
4)
Guru harus menyakini terhadap validitas dan
urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang
demokratis
5)
Cara dan tujuan pendidikan harus diubah
kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang
berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan
dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana
manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
E.Tokoh-tokoh
dalam Aliran Rekonstruksionisme
- Brubacger
(1950)mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
filsafat pendidikan “progresif” dan filsafat pendidikan “konservatif”
- Menurut
Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a) Pendidikan
harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b)
Masyarakat baru harus berada dalam
kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat
dikontrol oleh warganya sendiri.
c)
anak, sekolah, dan pendidikan itu
sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
d)
Guru harus menyakini terhadap
validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan
prosedur yang demokratis
e)
Cara dan tujuan pendidikan harus diubah
kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang
berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan
dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana
manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f)
meninjau kembali penyusunan
kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara
bagaimana guru dilatih.
-
George Count berpandangan bahwa apa yang diperlukan pada
masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi
masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
konteks pendidikan, aliran rekonstruksionisme berupaya melakukan sebuah
perombakan dalam pendidikan yang bertujuan untuk merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern serta membina
suatu konsensus yang paling luas dan mungkin mengenai tujuan pokok tertinggi
dalam kehidupan manusia. Adapun
upaya yang dapat dilakukan oleh aliran rekonstruksionisme untuk dapat
memperbaiki sistem pendidikan supaya tidak terkungkung dalam sebuah pendidikan
yang amat tradisional dan tidak dapat menyesuaikan perkembangan zaman.
B.
Saran
Melihat
berbagai permasalahan dalam pendidikan di dunia modern ini, sangat dibutuhkan
adanya inovasi baru dalam pendidikan di Indonesia guna melakukan sebuah
perombakan secara menyeluruh dalam pelaksanaan pendidikan. pendidikan pada masa
kini harus lebih peka terhadap permasalahan kehidupan secara nyata, sehingga
peserta didik dituntut untuk dapat lebih memahami bagaimana cara menerapkan
pengetahuan itu sendiri sebagai suatu alat untuk memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Gandhi,
Teguh Wangsa. Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan).
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Jalaluddin
& Abdullah Idi. 2010. Filsafat Pendidikan :Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Muhadjir,
Noeng. 2001. Filsafat Ilmu: Positivisme, PostPositivisme, dan PostModernisme. Yogyakarta:
Rakesarasin.